Kamis, 19 Mei 2016

Curahan indah di bawah hujan

hai, selamat datang di Blogku ya. bingung mau bikin apa, ya jadinya aku buat cerita berkala. jadi, silahkan lihat dibawah ini ya. baca....

Curahan indah dibawah hujan..
By : Lina karlina.
****** 
 
27 Agustus 2013
hari itu adalah hari dimana aku bisa melihat untuk pertama kalinya setelah kecelakaan yang menimpa keluarga ku. bertahun-tahun aku tenggelam dalam lautan kegelapan akan kebutaan yang aku alami. di hari itu, aku begitu sangat bahagia karena aku bisa melihat lagi bagaimana indahnya suasana dunia. 
berkali-kali aku mengucapkan Syukur pada tuhan yang sudah mengembalikan warna-warna dalam hidupku. kini, aku bisa lagi melihat dia. dia yang selama ini menjadi sumber kekuatanku, karena dia juga aku terus berjuang agar bisa melihat kembali.
tak selang beberapa lama dari itu, kedua orang tuaku memutuskan untuk pindah ke Jakarta. awalnya aku menolak, tapi mau bagaimana lagi. seluruh sanak keluargaku sudah berkumpul di Jakarta.
lama kami menempuh perjalanan dari Bandung ke Jakarta, suasana juga semakin lama semakin panas. sampai akhirnya kami sampai ketujuan, yaitu rumah Eyangku. kami memang jarang bertemu akibat jarak yang memisahkan, dan jika bertemu juga hanya pada hari-hari raya besar saja.
ku lihat Ayah yang menatap sayu kearah rumah Eyang, "Ayah, kenapa Eyang menyuruh kita kemari" jujur tak dapat kutahan, hanya senyum Ayah yang mengembang.
di genggamnya tangan mungilku, "kita akan tau begitu kita sudah masuk kedalam, ayo.." aku hanya mengikuti Ayah yang hendak membawaku bertemu dengan Eyang.
begitu kami melewati pintu utama, ruang keluarga yang ada dirumah ini terlihat penuh akan keluarga besarku. mereka semua adalah keluarga dari Ayahku.
"Adrian.. kemari nak" ku dengar suara Eyang yang terdengar agak tajam ditelingaku, ku tolehkan pandanganku pada orang-orang yang terduduk diam disana. beberapa diantaranya menatapku dengan sangat sinis dan merendahkan.
ku rasakan jika Ayah menggenggam tangan ku dengan sangat erat, "kita kesana Ya." aku mengangguk sekilas dan berjalan menuju sofa yang di duduki oleh Eyang.
tatapanku tidak lepas dari sosok wanita yang duduk disebelah Eyang, matanya menatap sayang pada kami. aku sendiri tidak terlalu bisa mengartikan apa maksud dari pandangannya. kami pun menduduk kan diri di Sofa yang bersebelahan dengan Eyang.
"ada apa ibu memanggilku? apa ada masalah, hingga ibu menyuruh seluruh keluarga datang kemari" Ayah berbicara dengan sangat lembut kearah Eyang, wanita yang ada disampinya hanya tertunduk diam.
Eyang terkekeh pelan sambil melihat kearah Ayah, "masih mempertanyakan maksud kedatanganmu, Adrian ini memang hal yang penting." kulihat alis Ayah bertaut.
"apa itu ibu? kau tak usah sungkan mengatakannya" selepas Ayah bertanya, kepalaku kembali terfokus pada Eyang yang tengah menggenggam tangan wanita disampinya. kepalanya pun langsung mendongak begitu merasakan sentuhan tangan Eyang.
"bukankah sudah 2 tahun semenjak kepergian Mira, apa kau tidak berniat mencari penggantinya." aku tersentak, kenapa nama Bunda yang Eyang sebutkan.
genggaman ayah juga mengerat, "apa maksud ibu? bukan kah aku selalu bilang kalau aku tidak akan pernah mencari pengganti Mira, siapa pun itu."
wanita disebelah Eyang menyelak, "Tapi mas, Yara butuh ibu yang bisa mengurus keperluannya dan juga kebutuhanmu" aku menggeleng keras kearah mereka, namun genggaman ayah mengendur.
"enggak, Yara gak butuh siapa pun. Yara hanya butuh ayah, bukan yang lain" anggap saja aku kasar, tapi aku merasa tidak suka dengan wanita itu.
"sampai kapan kalian akan terjebak dalam bayang-bayang Mira? dia sudah mati. carilah yang masih hidup untuk melengkapi keluarga kalian. Anita jelas wanita yang baik, tegar, dan juga penyanyang" kulihat pipi wanita itu bersemu.
"dan lagi, dia lebih cantik, lebih baik, dan lebih sempurna dari Mira " ucapan Eyang membuatku naik pitam.
"Eyang!!! gak ada yang bisa gantiin Bunda" aku agak memekik, kesal dengan ulah Eyang yang membandingkan bunda dengan wanita antah berantah itu.
"Yara!!!! jaga sopan santunmu!!" apa yang baru saja aku alami? ayah membentak ku?
"Nak, sepertinya apa yang dikatakan Eyang itu benar. ayah tidak mungkin mengurusmu sendiri. kau butuh teman disaat ayah sedang bekerja. dan ayah juga butuh pendamping yang akan selalu mendukung ayah" kutatap ayah dengan raut muka tak percaya.
"tapi kan ayah sudah janji!!! ayah bilang hanya Bunda dihati ayah, kenapa sekarang ayah berubah Pikiran? aku ga mau siapa pun untuk menggantikan Bunda termasuk Tante Anita. bagiku, Bunda tetap Bundaku. ga ada yang bisa menggantikan sosoknya. kalian juga gak bisa memaksa aku"  tak kupedulikan tatapan merendahkan yang ditujukan untuku dari keluarga besar ayah.
"Tante Anita kan masih muda, kenapa Tante tidak cari yang lain saja." kutatap wajah Tante Anita yang mulai memerah, aku tidak peduli. tapi, tak akan aku biarkan wnaita lain menggantika posisi bunda dihati ayah.
"NAYARA!!!!! Ayah tak pernah mengajarkanmu untuk membentak orang tua" Ayah kembali membentakku, sakit memang dibentak oleh orang yang bahkan tidak pernah memarahimu.
"bukankah ayah juga mengajarkan aku untuk hanya satu orang saja dalam hidup kita, kenapa sekarang ayah malah mengingkarinya." aku marah dan kecewa pada keluarga ini, mereka selalu saja berusaha menyingkirkan Bunda. dan aku tidak suka itu.
"pokoknya, jika ayah menerima Tante Anita. aku gak mau jadi anak ayah lagi...!!!!" setelah mengatakan itu, aku langsung berlari entah kemana. menghiraukan teriakan ayah yang memanggil-manggil namaku.
tak tau harus kemana aku pergi, hanya langkah kaki ini lah yang menuntun aku. hingga langkahku terhenti, disebuah taman bermain kecil yang terbuka. aku berlari kecil menuju ayunan nya yang terlihat diguyur hujan. yah, sekarang sedang hujan deras dan aku malah hujan-hujanan setelah beberapa minggu lalu aku baru keluar dari rumah sakit.
sekarang aku tak peduli apapun lagi, aku kesal dan juga kecewa pada ayah yang sepertinya akan menuruti kemauan Eyang. aku menangis, begitu aku teringat Bunda. senyumnya, tawanya, dan pelukannya.
"hiks.. Bunda... ayah tidak sayang kita lagi, dia mau mencari pengganti bunda. aku harus bagaimana? aku gak mau posisi bunda tergeser" aku menangis kencang, tanpa memperhatikan sekitar.
"Eyang terlalu egois, mementingkan pamornya sendiri. tidak mementingkan aku dan ayah. dan juga kenapa ayah berpikiran seperti itu.." aku terus menunduk sambil menangis sampai mataku terasa perih dan tubuhku serasa menggigil.
tak lama setelah itu, kurasakan hujan berhenti. namun aku masih mendengar suara hujan yang membentur tanah. lalu kenapa aku tak terkena hujan? akhirnya aku mendongak kan pandanganku, dan mata Cokelat beninglah yang menusuk pandanganku.
"k-kamu?'' aku tergugu memandangnya.
"hai..."



TBC....


maaf ya kalau ga jelas, tapi sumpah deh. aku pengen Publish cerita ini, jadi cerita ini masih panjanggggg banget. aku harap ada yang mau nunggui kelanjutannya ya.

okay, Salam.
Lina karlina.